Saturday, September 30, 2006

Embun untuk melati

Untuk kekasihku
Menetes tanpa mengaduh, dingin...
di malam-malam penantian akan cahaya
beku
Melati bertahan
dalam beku dan dingin malam
bersama embun
melalui waktu bersama
berbagi
berbicara tentang hidup dan kematian
Ada dan tiada hanyalah nafas yang menentukan
setarikan, dua tarikan
erat berpegang
pada ghoyah yang tak lekang
melati dan embun
bersama
menuju surga

Tuesday, September 26, 2006

Ku tak akan menyerah



Tak ada yang perlu kusesali dari deru angin yang mengalun setiap saat. Tak ada yang perlu kuratapi dari setiap jejakku mengejar mimpi. Tak ada yang harus kurutuki dari setiap peluh yang membanjir. Tak ada yang mesti ditakutkan dari setiap rintangan, apapun bentuknya, aku harus melawannya. Tak ada. Sebab memang mimpi selalu menghadirkan resiko dan hambatannya. Mimpi selalu menghadirkan rintangannya. Aku telah berani bermimpi, maka apapun hambatan dari mimpiku ini, aku harus menerjangnya. Dengan kesadaran yang sepenuhnya, bahwa tak selamanya aku akan berhasil, tapi tanpa menerjang hambatan itu aku sudah pasti tidak berhasil. Inilah pilihan yang rumit tapi nikmat, saat aku harus memilah-milah hambatan mana yang harus coba kutaklukkan terlebih dahulu. Saat di satu sisi harus menyadari kekurangan dan keterbatasan diri.

Seperti petualangan di samudera yang ganas. Gulungan ombak mengancam setiap saat, binatang laut yang buas, badai, dan batu karang. Tapi dari semua yang menakutkan itu, bukankah laut telah menyimpan rahasianya. Ada keindahan di dalamya. Ada keluarbiasaan di bawah ombak yang menggulung dan badai yang menerjang. Ada ikan-ikan yang lucu berteduh di bawah kekokohan karang. Dan ada mahakarya yang indah dalam keganasan hiu, dan sejenisnya. Begitulah setiap hambatan ini harus kunikmati, kuhadapi laksana gagahnya seorang kstaria melawan naga raksasa dalam dongeng, demi menyelamatkan seorang putri. Yusuf pernah terbuang sebelum menjadi negarawan, yunus harus menderita di perut ikan paus, Ibrahim pernah dibakar api, Ayyub harus menderita dalam sakit, Nuh harus menghadapi banjir, Zakariya menghadapi gergaji, dan Musa harus berhadapan dengan keangkuhan fir’aun. Tak ada satupun dari mereka yang menyerah, dan disitulah titik yang menjadikan mereka menjadi kuat. Bukan, bukan karena mereka adalah rosul, lebih dari itu ada pelajaran kegigihan dalam setiap usaha yang mereka lakukan, dan aku, aku harus bisa mencontohnya.
Dan jejak-jejak juang ini harus kulanjutkan, seberat apapun hambatan itu. Aku, tak akan pernah berhenti mengejar mimpi.

Sunday, September 24, 2006

With Love

Untuk saudaraku yang Thoyyib

Beringas waktu menggilas, meremah-remah keyakinan menjadi leburan debu. Hidup adalah desah nafas dan laku nyawa atas badan. Keresahan hanyalah bagian kecil dari kelemahan yang harus dilawan sekuat tenaga. Titik kesalahan hanyalah bagian dari proses perjalanan nyawa dan desah nafas yang harus disikapi sebagai bagian dari belajar. Lebih dari itu untuk segera dilalui, dilupakan, dan diperbaiki untuk tidak mengulanginya, kata orang namanya taubat.
Kutatap dirimu dari jauh, remuk. Kucoba dengarkan jejak langkahmu, luruh. Langkah-langkah itu membuatmu semakin tak memiliki apapun. Desah keresahan tidak akan pernah usai jika ditemukan dengan muara keresahan. Keresahan akan sirna kala ia ditemukanh dengan lawannya “Kekuatan Jiwa untuk Melawan”.
Aku datang bukan sebagai siapapun, aku hanyalah aku sosok lemah yang mencoba perkasa, sosok tak berdaya yang coba berdaya. Maka tegakkanlah kepalamu itu, sebab dunia ini tidak sekecil yang ada. Daun-daun masih berguguran, musim masih berganti, desah nafas masih terus berjalan. Hitung baik-baik setiap detik itu, pejamkan matamu sejenak dan rasakan, engkau telah salah memilih langkah.
Tak mampu kugapai apa yang sedang kau rasakan, hingga syetan yang biadab menghembuskan angin neraka begitu kencang dan kau belum sempat untuk mengelak.
Maka inilah pesanku, sebagai seorang saudara. Tak ada sedikitpun niat untuk mengajari, menggurui, pun memilihkan jalan. Semuanya kembali padamu. Hanya saja, saat kudengar kabar yang kurang baik tentangmu, aku ingin membantumu berpikir, meskipun aku bukan siapa-siapa. Aku mencintai setiap saudaraku, maka bisalah seperti dulu. Kaki-kaki kokoh itu harus kau hujamkan ke bumi, tapi hitungan amal tetaplah hak langit. Rentang bumi dan langit harus kau isi sebelum kau mengambil sebuah keputusan. Ada beda antara “terpaksa”, “merasa bersalah”, dan “karena-Nya”. Ada perbedaan antara kejujuran, ketulusan, dan ketertekanan. Dalam makna putusan yang akan kau ambil hanya diambil atas dasar empat hal, dan dari ke empat hal itu tidak ada poin karena “terlanjur”. Hanya ada kesholihatan, kekayaan, kecantikan, dan keturunan. Sejauh apapun engkau mencari criteria karena “merasa bersalah” misalnya tidak akan kau temui saudaraku.
Biarkan embun ramadhon memasuki relung jiwamu sejenak. Jauhkan dari segala hal, duduklah dalam hening sunyi hanya dengan dirimu dan Dia, niscaya akan kau temukan kebeningan pandangan untuk segala yang akan kau ambil.
Jangan pernah menyerah untuk menjadi baik, bukankah begitu saudaraku ?.

Saturday, September 23, 2006

Kekuatanmu Bunda



Bunda aku mencintaimu

Lembah kehidupan sulit ditebak, kueja namamu terbata diantara gemuruh persaingan dan sulitnya menembus peluang.
Bunda, gemetar lemah jari-jemarimu sekian lama telah menopang hidupku. Memapahku berjalan. Menuntunku memilih jalan. Membuka mataku lebar-lebar untuk memutuskan. Adakah mentari masih berani kutantang, dan langit kugoncangkan, demi segunung harapmu yang belum satupun aku wujudkan.
Linangan air mata itu cukuplah. Saat meski kau bersusah payah mengumpulkan lembar demi lembar rupiah demi selesainya mimpiku. Cukuplah tubuh rentamu menjadi saksi betapa telah begitu gigih engkau menopang kaki-kakiku yang rapuh. Kulitmu yang mulai keriput cukuplah menjadi saksi atas keberanianmu menantang garangnya mentari di setiap pergantian hari.
Bunda, aku mencintaimu.
Meski pasti tak sebesar cinta yang telah engkau ajarkan. Meski pasti tak setulus yang engkau berikan.
Aku mendoakanmu agar Ia mengirimkan malaikat-malaikat-Nya untuk merengkuhmu dengan sayap-sayap yang kokoh. Menjagamu dalam panas dunia ini, mendamaikanmu, dan menentramkan selalu hatimu yang luas.
Jangan pernah bosan untuk menghantarku dengan do’a-do’amu. Menentramkanku dengan tatapmu yang sejuk. Mendamaikan dengan telaga kesabaranmu yang tak berbatas.
Aku akan menggapai langit, mewujudkan segala harapmu tentangku. Menghapus setiap tetes air matamu. Mengusap peluh yang telah mengalir deras dari tubuhmu.
Semoga, di bulan ini segala duka menjadi suka, dan kegelapan menjadi taburan cahaya. Dengan do’a tulusmu, do’aku, dan do’a kita. Ia pasti akan mengabulkan.
Bunda, aku sangat mencintaimu…

About me

  • I'm SATRIA
  • From Purwokerto, Jawa Tengah, Indonesia
  • bintang memang jauh tapi bukan berarti tak bisa diraih. Segala sesuatu yang berjarak pastilah ada ujungnya, begitu juga bintang.
My profile

Links